Seni Debus

SENI DEBUS SILAT TAUHID

Seni Debus Seni Pertunjukan Bela Diri Kekebalan Tubuh.




Debus adalah seni pertunjukan bela diri yang dikenal sebagai salah satu seni pertunjukan masyarakat Banten di barat Pulau Jawa. Meski lebih dikenal sebagai kesenian asal Banten, dibeberapa daerah lain di Indonesia juga bisa kita temui kesenian sejenis ini, terutama di daerah Sumatera.

Sebuah kesenian yang mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa berupa menahan siksaan jasmani yang disengaja. Memperlihatkan kekebalan tubuh manusia terhadap apa saja yang secara normal akan mengakibatkan manusia terluka. Aksi kekebalan terhadap senjata tajam, membakar diri atau memakan api, menyiram tubuh dengan air keras hingga bergulingan di atas serpihan kaca dan lain sebagainya.

Bagi masyarakat Banten, kesenian Debus merupakan warisan budaya leluhur yang hingga kini tetap bertahan sebagai bentuk identitas Masyarakat Banten. Nilai-nilai budaya dalam kesenian ini lebih cenderung dipengaruhi oleh unsur-unsur Agama Islam yang dijadikan sebagai acuan dalam bertingkah laku.


   



Debus bisa diterapkan melalui sarana latihan fisik dan rohani. Tradisi debus diambil dari Tarikat al-Rifa'iyah , sehingga debus dikenal pula dengan sebutan Rifa’i, atau al-Madad (dalam permainan disebut kata al-Madad/ penolong).

Debus merupakan permainan yang mengandalkan kekebalan tubuh dari benda tajam dan panas api. Hal itu tentunya tidak bisa dilepaskan dari praktek-praktek magisme yang dilakukan oleh para pelakunya.

Praktek magise dalam permainan debus merupakan campuran eklektik dari agama Islam, khususnya dari tradisi tarekat, dan dari tradisi yang telah berkembang di masyarakat pra-Islam di Banten. Kekebalan dan kesaktian sejak masa pra-Islam memang dipentingkan dan dicari orang banyak di Nusantara.

Bentuk kesenian debus tercermin dari kegiatan masyarakat sehari-hari, yang didasari atas ucapan dan doa yang dipanjatkan kepada Tuhan YME agar selalu diberikan pertolongan, perlindungan, serta keselamatan didalam menjalani kehidupan.

Debus di sini dijadikan sebagai simbol masyarakat Banten yang pada intinya dalam setiap tindakan yang kita jalani harus selalu berdoa kepada Tuhan YME agar dalam setiap langkah mendapat keberkahan dan dijauhkan dari perbuatan yang tidak baik. 

Seiring dengan perkembangan zaman, kesenian debus saat ini sudah mengalami akulturasi dengan tradisi lokal lainnya yang ada di Banten dan unsur-unsur lokal dari Pra-Islam. Sehingga dengan proses akulturasi tersebut, maka terkadang sulit untuk membedakan secara tegas antara ritual tarekat di satu sisi dan ritual debus hasil adopsi tradisi lokal di sisi lain.

Dengan mengalami akulturasi, kesenian debus dengan tradisi lokal bahkan teknologi modern, maka secara tanpa disengaja, kesenian ini pun mengalami penyusutan kemurniannya, atau dengan kata lain, debus sudah mengalami pergeseran.

Namun, adaptasi Islam dengan budaya lokal yang terdapat pada debus tersebut sebagai sesuatu yang tak terhindarkan agar Islam diterima mayoritas penduduk lokal, namun adaptasi tersebut sering menimbulkan ketegangan-ketegangan antara keharusan untuk mempertahankan ontentisitas Islam dengan kebutuhan-kebutuhan praktis dan populer yang telah dianut secara luas oleh masyarakat lokal di Indonesia. Khususnya tanpa menghilangkan beberapa pengecualian tentang proses penyebaran Islam di Indonesia, namun secara umum proses Islamisasi di Indonsia berlangsung secara damai.


Mau seperti ini, sekaligus melestarikan budaya? 
 Daftarkn diri anda 


*Tidak Masuk Akal*
*Atau*
*Akal Mu Yang Belum Masuk*??

#Superlogika



Demikian

Salam

iLham (KI AGENG SUMATRANI) 

0812 6206 2529






Komentar